Pada era globalisasi saat ini banyak bermunculan istilah atau
konsep-konsep baru dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam kegiatan
perekonomian- baik pada level ekonomi makro maupun ekonomi mikro.
Bahkan konsep-konsep baru tersebut telah mengarah ke ”teori-teori” baru
yang ”melengkapi”, ”dipertentangkan” bahkan ”menggantikan” beberapa
konsep atau teori ”lama”. Beberapa contoh konsep tersebut diantaranya
adalah digital economy, economic of internet, knowledge based economy, e-commerce, e-marketing, e-business, e-finance, e-banking, e-money, digital cash, dan less-cash society. Semua konsep-konsep baru tersebut berkaitan dengan perkembangan dan penerapan TIK pada berbagai sektor perekonomian.
”Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, siap atau tidak siap,
kita tetap harus menghadapi globalisasi”. Itulah sepenggal pernyataan
yang sering kita dengar terkait dengan isu globalisasi. Pernyataan
tersebut menggugah kita bersama bahwa globalisasi sudah menjadi
keniscayaan saat ini. Keniscayaan yang didorong dan difasilitasi oleh
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sangat
cepat. Salah satu bentuk keniccayaan adalah terbentuknya masyarakat
digital, yang di industri perbankan dikenal dengan istilah less-cash society.
Terbentuknya masyarakat digital tersebut di didorong oleh perkembangan
dan penerapan TIK yang sangat intensif di bidang perbankan- yang
selanjutnya disebut Electronic Banking atau disingkat E-Banking. “E-Banking dan Less-Cash Society” inilah yang menjadi topik utama tulisan ini.
Beberapa pernyataan yang menarik terkait dengan topik ini adalah
”Apakah masyarakat digital sudah terbentuk, atau minimal ada
tanda-tandanya di Indonesia?”, ”Bagaimana potensi digital economy untuk Indonesia yang masih menghadapi masalah kesejahteraan?”, ”Bagaimana perkembangan teknologi E-banking
di Indonesia dikaitkan dengan pembentukan masyarakat digital di
Indonesia?”, serta “Bagaimana persepsi masyarakat tentang penggunaan E-Banking?”.
Ulasan terhadap dua pertanyan pertama merupakan pondasi mengenai
pentingnya TIK dalam sektor perekonomian, yang dilengkapi posisi
Indonesia dalam hal pemanfaatan TIK di lingkungan global. Ulasan yang
lebih mendalam akan dilakukan untuk dua pertanyaan yang terakhir,
terutama dikaitkan dengan spektrum teknologi E-banking dan Intenstitas pengggunaannya di Indonesia.
POSISI INDONESIA DALAM PEMANFAATAN TIK
OECD mendefinisikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, selanjutnya
disebut TIK, sebagai rangkaian kegiatan yang difasilitasi peralatan
elektronik yang mencakup pengolahan, transmisi, dan penyajian
informasi. TIK merupakan konvergensi dari tiga wilayah yaitu teknologi
informasi, data dan informasi, serta masalah-masalah sosioekonominya.
Jadi berbicara mengenai TIK tidak hanya sebatas teknologinya itu
sendiri tetapi juga harus mengkaji dan mempertimbangkan dampak dari
teknologi tersebut. Dengan kata lain, penguasaan dan penerapan TIK
secara umum seiring dengan berbagai dampal positif dan negatif yang
ditimbulkannya. Bagaimana tingkat penetrasi atau adopsi TIK di
Indonesia untuk tahun 2006, dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Indikator | Indonesia | Rata-rata Asia | Rata-rata Dunia |
Total Telpon per 100 penduduk | 34,87 | 44,92 | 60,04 |
Cellular Mobile per 100 penduduk | 28,30 | 29,28 | 40,91 |
Main Telpon per 100 penduduk | 6,57 | 15,81 | 19,39 |
Internet users per 100 penduduk | 7,18 | 11,57 | 17,39 |
Broadband subsciber per 100 penduduk | 0,05 | 2,71 | 4,30 |
Sumber: International Communication Union (2007)
Terlihat bahwa untuk semua indicator TIK di atas, Indonesia masih
dibawah rata-rata Asia dan Dunia. Mari kita perkembangan laju adopsi
komputer dan internet di Indonesia pada kurun waktu 2001 sampai 2006
seperti disajikan pada gambar di bawah ini.
0 komentar:
Posting Komentar